Oleh Dani Muhtada
Dimuat di Suara Merdeka, 26 Mei 2009
FORUM Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMPP) se-Jawa Timur dikabarkan mengharamkan penggunaan facebook (FB). Hal ini terutama untuk penggunaan facebook yang berlebihan. Misalnya penggunaan yang menjurus perbuatan mesum dan tidak bermanfaat.
Seperti diketahui, sejak peluncuran pertama pada 4 Februari 2004, perkembangan facebook memang luar biasa. Hingga Januari 2009, situs yang diciptakan oleh Mark Zuckerberg ini telah menghimpun tidak kurang dari 200 juta anggota aktif dari seluruh dunia. Di Indonesia, konon jumlah pengguna aktif facebook telah mencapai empat juta. Melalui situs ini, seseorang dapat berinteraksi dengan berbagai orang di penjuru dunia. Mereka telah lama kenal maupun belum pernah bertemu sama sekali.
Mengidentifikasi Persoalan
Ketika mengidentifikasi status keharaman sebuah objek, kita perlu membedakan antara esensi sebuah objek dan peruntukan. Facebook pada dasarnya adalah wahana jejaring sosial. Situs ini mewadahi para anggota untuk berkomunikasi satu sama lain.
Seseorang bisa sekadar menjalin komunikasi dengan orang lain atau membuat komunitas sendiri dengan anggota-anggota yang memiliki karakter sama. Dalam situs ini, orang bisa bertukar pengalaman, menawarkan barang, melakukan dakwah, bahkan melakukan kejahatan sosial seperti penipuan, penghasutan, pembunuhan karakter, maupun pencurian (identitas) untuk kepentingan tertentu.
Sebagai sebuah wahana sosial, fungsi facebook sama dengan fungsi desa atau kota. Para anggota dapat melakukan aktivitas apapun untuk menunjukkan eksistensi mereka. Seperti desa atau kota, wahana sosial seperti ini adalah keniscayaan sejarah. Sebab watak manusia perlu akan jejaring sosial. Hidup dalam sebuah jejaring sosial adalah sunnatullah. Karena itu, mengharamkan wahana sosial seperti desa, kota, atau facebook sama dengan melawan sunnatullah.
Memang, di dalam wahana sosial tersebut seseorang dapat saja melakukan tindakan-tindakan haram. Seperti penipuan, pembunuhan karakter, atau penyebaran hal-hal yang berbau mesum. Namun, hal itu tidak berarti bahwa sarana turut menjadi haram.
Sebagai sebuah wahana, facebook adalah netral. Wahana tersebut tergantung para pengguna. Jika diibaratkan dengan sebuah mobil, kendaraan ini dapat digunakan untuk menegakkan kebenaran, dapat pula digunakan untuk menyebarkan kemungkaran. Yang halal atau haram adalah penggunaan mobil tersebut, bukan mobil itu sendiri. Demikian pula halnya dengan facebook.
Empat Kemungkinan
Dugaan penulis, munculnya keputusan haram atas facebook dalam musyawarah FMPP Jawa Timur itu mengandung empat kemungkinan. Pertama, para peserta tidak sesungguhnya mengerti apa itu facebook. Seandainya tahu, sangat mungkin pengetahuan tersebut didapat dari orang ketiga yang bukan pengguna aktif facebook.
Kalau toh informasi itu didapat dari pengguna, sangat mungkin informasi itu hanya sepotong-potong; tidak utuh. Akibatnya, keputusan yang dihasilkan atas dasar informasi itu menjadi tidak valid. Dalam metodologi penelitian, istilahnya adalah garbage in garbage out. Jika data yang didapat benar, hasil analisisnya pun benar. Jika datanya kabur, hasilnya pun bisa dipastikan ngawur.
Kemungkinan kedua, para peserta mengetahui apa itu facebook, namun gagal mengidentifikasi persoalan dengan tepat. Mereka khawatir penggunaan facebook untuk hal-hal yang berbau mesum dan maksiat. Ketika mereka mendapati facebook cenderung digunakan untuk hal-hal tersebut, keluarlah keputusan haram.
Kemungkinan ketiga, para peserta paham apa itu facebook dan mampu mengidentifikasi persoalan. Namun, mereka gagal menerapkan teori hukum Islam secara tepat. Memang, ada kaidah fiqh yang menyatakan, ”Hukum instrumen sama dengan hukum peruntukannya” (lil wasa'il hukmul maqasid). Namun kaidah ini tidak bisa digeneralisir untuk instrumen yang bagian-bagiannya memiliki fungsi beragam. Penggunaan satu fungsi yang haram, tidak dengan serta-merta mengharamkan penggunaan fungsi-fungsi lain dari instrumen tersebut. Dalam kaidah lain dinyatakan: ”Apa yang tidak bisa didapat semua, tidak bisa ditinggalkan semua” (ma la yudraku kulluh, la yutraku kulluh).
Kemungkinan keempat, peserta FMPP memahami apa itu facebook dan mampu mengidentifikasi persoalan sesungguhnya. Mereka sungguh-sungguh hanya mengharamkan penggunaan facebook yang tidak sesuai syariah, bukan facebook itu sendiri. Hanya saja, umat menangkap secara keliru.Jika ini yang terjadi, maka yang diperlukan adalah sikap tabayyun tentang keputusan tersebut. Tabayyun ini sangat penting agar masyarakat pengguna facebook tidak resah dan tidak menuduh FMPP telah membuat keputusan tanpa basis pengetahuan yang memadai. Jika perlu, FMPP melakukan proses tabayyun ini melalui situs facebook. (80)
—Dani Muhtada, staf pengajar Hukum Islam pada Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
No comments:
Post a Comment